Ketika pertama kali Allah menjadikan nabi Adam di surga,
Dia menciptakannya dalam keadaan sendirian. Perasaan yang menghampiri jiwa Nabi
Adam membuat ia sering termenung dan melamun di tengah kenikmatan surgawi yang
mengelilinginya. Tidak ada
teman yang bisa diajak bicara dan diajak berbagi cerita. Hanyalah merdu kicau
burung – burung yang berterbangan di taman Firdaus yang setia menemaninya.
Allah SWT sebagai Dzat pencipta mengetahui dan memahami kegelisahan dan
kesepian hati hamba-Nya. Akhirnya, ketika Nabi Adam dalam keadaan tertidur,
Allah mengambil tulang rusuk sebelah kirinya, lalu menjadikannya seorang
perempuan bernama Siti Hawa. Alangkah terkejutnya Nabi Adam ketika terjaga dari
tidur telah didapatinya seorang perempuan yang cantik berada di sampingnya.
Tanpa pikir panjang Nabi Adam langsung ingin menyentuhnya. Namun perempuan itu
secepat kilat menghindar dari sentuhan Nabi Adam sambil berkata “ Engkau boleh
menyentuh tubuhku dan memiliki diriku seutuhnya, dengan syarat kau harus
melamarku dan membayar mas kawin kepadaku. “ “ Apa mas kawinnya ? “ Tanya Nabi
Adam “ Kau harus membaca sholawat kepada Nabi Muhammad SAW.”. Jawab Siti Hawa.
Setelah itu terjadilah
pernikahan yang disaksikan oleh para Malaikat. Sepenggal kisah yang terjadi
pada diri nenek moyang kita ini memberikan suatu pelajaran bahwasanya manusia
membutuhkan pasangan. Tidak ada manusia yang sanggup bertahan dalam
kesendirian, kecuali orang -orang yang hati mereka telah dijauhkan oleh Allah
dari segala kesibukan duniawi dan syahwat. Dalam islam dikenal sebuah lembaga
perkawinan yang mengatur dan membimbing manusia supaya dapat menyalurkan hasrat
birahinya dengan baik dan benar. Betapa indahnya dan bahagianya sepasang insan
yang telah diikat dalam tali suci perkawinan. Rasa damai, rasa tenteram, rasa
suka cita akan bercampur menjadi satu dalam hati sanubarinya.
Namun, dewasa ini lembaga suci
perkawinan telah sedikit ternoda dan dilecehkan oleh sebagian tingkah manusia
yang terpengaruh oleh budaya hidup bebas ala barat. Mereka tanpa malu dan tanpa
batas hidup serumah dengan pasangannya, bahkan sampai melahirkan anak tanpa ada
ikatan suci sebagai seorang suami istri yang sah. Sungguh sangat memalukan dan
tidak sesuai dengan tradisi ketimuran serta norma agama yang benar. Sebelum
memasuki gerbang perkawinan, perlu diadakan persiapan baik fisik, mental, dan
materi. Hal ini dikarenakan ketika seseorang sudah berada dalam suatu kehidupan
rumah tangga, maka segalanya akan berubah. Dan yang paling penting adalah
bagaimana agar dua hati yang saling bertolak belakang bisa disatukan dalam satu
pandangan, satu tujuan hidup, seia –
sekata, seirama – senada dalam mengarungi bahtera kehidupan. Oleh karena
itu, agar tujuan perkawinan, yakni membentuk keluarga sakinah bisa tercapai,
maka sebelum calon suami dan istri melangsungkan pernikahan harus mengenal
kepribadian masing – masing. Disinlah peran penting pacaran.
Pacaran muncul sebagai wahana
atau media pengenalan kepribadian masing – masing pasangan calon pengantin. Namun
patut disayangkan. Pada masa sekarang ini, utamanya yang dilakukan oleh remaja
yang memproklamirkan dirinya remaja gaul, remaja modern, dan aneka atribut
lainnya. Mereka menjadikan pacaran bukan sebagai pengenalan pribadi, melainkan
sebagai uci coba dalam arti yang lebih luas. Uji coba kesetiaan, uji coba
kejantanan, uji coba keperawanan, dan yang paling memalukan dan menyebalkan
adalah pacaran hanya sebagai alat mencari kesenangan alias just for fun. Akibatnya
mudah ditebak, karena hanya ingin mencari kesenagan saja tanpa bertujuan kearah
hubungan yang lebih serius, ketika sudah mendapat madunya, maka ia akan mudah
begitu saja mencampakkan bunga yang sudah layu di tanah.
Maka dari itu, bagi orang yang sedang dilanda cinta dan dimabuk asmara, berhati – hatilah dan waspadalah. Jangan mudah tergoda dan terbuai oleh kenikmatan sesaat dengan mengatasnamakan cinta.
Maka dari itu, bagi orang yang sedang dilanda cinta dan dimabuk asmara, berhati – hatilah dan waspadalah. Jangan mudah tergoda dan terbuai oleh kenikmatan sesaat dengan mengatasnamakan cinta.
Banyak sudah korban rayuan yang jatuh
berguguran dengan menanggung segala akibat yang ditimbulkannya. Hamil diluar
nikah, aborsi, pernikahan yang dipaksakan merupakan sederetan permasalahan yang
ditimbulkan oleh gaya pacaran yang tidak sehat dan menyimpang dari norma –
norma susila. Sebenarnya dalam islam pun, dikenal yang namanya pacaran. Ketika
seorang laki – laki ingin mempersunting gadis kepujaannya, maka ia
diperkenankan untuk melihat wajah dan
telapak tangannya. Tujuan agar lelaki bisa mengenal bentuk tubuh calon
istrinya yang dapat digambarkan dengan hanya melihat wajah dan kehalusan
telapak tangannya. Cara ini memang ketingalan zaman. Namun inilah gaya pacaran
yang islami, lantas untuk mengenal kepribadian, watak, karakter, dan sifatnya,
menambil dari keterangan yang terdapat dalam Kitab Tanwirul Qulub,
hendaknya sang lelaki mengutus seorang perempuan yang dipercayainya untuk menanyakan
perihal kehidupan pribadi calon istrinya. Begitupun sebaliknya.
Dengan cara ini biasanya
seorang lelaki dapat mengetahui kepribadian dengan jelas dan gamblang. Mengapa
demikian ?. Dikarenakan perempuan akan terbuka mengenai apapun yang ada pada dirinya
manakala ia curhat kepada sesama perempuan. Lain halnya kalau sang lelaki itu
sendiri yan berusaha untuk mengetahui watak calon istrinya melalui pacaran
seperti yang terjadi sekarang ini. Ini disebabkan karena ketika masa pacaran,
semuanya akan terasa indah. Apapun yang melekat dan menimpa pada gadisnya semua
dikatakan baik. Penyesalan baru datang kemudian setelah melangsungkan
pernikahan. Sifat yang baik, tutur kata yang lembut, wajah yang selalu cantik
menawan berubah seratus delapan puluh derajat menjadi buruk, tutur kata yang
kasar, dan sifat yang jelek lainnya. Ternyata sifat yang baik selama pacaran
hanyalah kedok untuk menutupi sifatnya yang buruk, tentu tidak sama.
Sekarang tinggal bagaimana kita. Apakah memilih cara kuno yang sesuai dengan syar’iat yang bisa menjamin kelanggengan hidup rumah tangga seperti yang dialami oleh orang – orang tua, ataukan memilih model pacaran zaman sekarang yang penuh resiko terjadi pelanggran syari’at dan berakibat fatal ? Tentu kalau kita punya nuranii dan akal sehat akan menghindari yang penuh resiko. Namun, kadang nafsu lebih menguasai kita, akhirnya semuanya dikembalikan kepada kita, pilih selamat atau celaka.
Sekarang tinggal bagaimana kita. Apakah memilih cara kuno yang sesuai dengan syar’iat yang bisa menjamin kelanggengan hidup rumah tangga seperti yang dialami oleh orang – orang tua, ataukan memilih model pacaran zaman sekarang yang penuh resiko terjadi pelanggran syari’at dan berakibat fatal ? Tentu kalau kita punya nuranii dan akal sehat akan menghindari yang penuh resiko. Namun, kadang nafsu lebih menguasai kita, akhirnya semuanya dikembalikan kepada kita, pilih selamat atau celaka.
Istilah pacaran tidak bisa
lepas dari remaja, karena salah satu ciri remaja yang menonjol adalah rasa
senang kepada lawan jenis disertai keinginan untuk memiliki. Pada masa ini,
seorang remaja biasanya mulai “naksir” lawan jenisnya. Lalu ia berupaya
melakukan pendekatan untuk mendapatkan kesempatan mengungkapkan isi hatinya. Setelah
pendekatannya berhasil dan gayung bersambut, lalu keduanya mulai berpacaran.
Pacaran dapat diartikan bermacam-macam,
tetapi intinya adalah jalinan cinta antara seorang remaja dengan lawan
jenisnya. Praktik pacaran juga bermacam-macam, ada yang sekedar berkirim surat,
telepon, menjemput, mengantar atau menemani pergi ke suatu tempat, apel, sampai
ada yang layaknya pasangan suami istri.
Di kalangan remaja sekarang
ini, pacaran menjadi identitas yang sangat dibanggakan. Biasanya seorang remaja
akan bangga dan percaya diri jika sudah memiliki pacar. Sebaliknya remaja yang
belum memiliki pacar dianggap kurang gaul. Karena itu, mencari pacar di kalangan
remaja tidak saja menjadi kebutuhan biologis tetapi juga menjadi kebutuhan
sosiologis. Maka tidak heran, kalau sekarang mayoritas remaja sudah memiliki
teman spesial yang disebut “pacar”. Lalu bagaimana pacaran dalam pandangan
Islam?, nah untuk pertanyaan ini, penulis bahas dibawah, sebagai berikut.
Istilah pacaran sebenarnya
tidak dikenal dalam Islam. Untuk istilah hubungan percintaan antara laki-laki
dan perempuan pranikah, Islam mengenalkan istilah “khitbah (meminang)”. Ketika
seorang laki-laki menyukai seorang perempuan, maka ia harus mengkhitbahnya
dengan maksud akan menikahinya pada waktu dekat. Selama masa khitbah, keduanya
harus menjaga agar jangan sampai melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh
Islam, seperti berduaan,
memperbincangkan aurat, menyentuh, mencium, memandang dengan nafsu, dan
melakukan selayaknya suami istri.
Ada perbedaan yang mencolok antara pacaran
dengan khitbah. Pacaran tidak berkaitan dengan perencanaan pernikahan, sedangkan
khitbah merupakan tahapan untuk menuju pernikahan. Persamaan keduanya merupakan
hubungan percintaan antara dua insan berlainan jenis yang tidak dalam ikatan
perkawinan. Dari sisi persamaannya, sebenarnya hampir tidak ada perbedaan
antara pacaran dan khitbah. Keduanya akan terkait dengan bagaimana orang mempraktikkannya.
Jika selama masa khitbah, pergaulan antara laki- laki dan perempuan melanggar
batas-batas yang telah ditentukan
Islam, maka itu pun haram. Demikian juga pacaran, jika orang dalam berpacarannya melakukan hal-hal yang dilarang oleh Islam, maka hal itu haram.
Islam, maka itu pun haram. Demikian juga pacaran, jika orang dalam berpacarannya melakukan hal-hal yang dilarang oleh Islam, maka hal itu haram.
Namaun jika seseorang
menyatakan cinta pada lawan jenisnya yang tidak dimaksudkan untuk menikahinya saat
itu atau dalam waktu dekat, apakah hukumnya haram? Tentu tidak, karena rasa
cinta adalah fitrah yang diberikan allah, sebagaimana dalam firman-Nya berikut:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir. (QS. Ar-Rum: 21).
Allah telah menjadikan rasa
cinta dalam diri manusia baik pada laki- laki maupun perempuan. Dengan adanya
rasa cinta, manusia bisa hidup berpasang pasangan. Adanya pernikahan tentu
harus didahului rasa cinta. Seandainya tidak ada cinta, pasti tidak ada orang
yang mau membangun rumah tangga. Seperti halnya hewan, mereka memiliki instink
seksualitas tetapi tidak memiliki rasa cinta, sehingga setiap kali bisa
berganti pasangan. Hewan tidak membangun rumah tangga. Menyatakan cinta sebagai
kejujuran hati tidak bertentangan dengan syariat Islam. Karena tidak ada satu
pun ayat atau hadis yang secara eksplisit atau implisit melarangnya. Islam
hanya memberikan
batasan-batasan antara yang boleh dan yang tidak boleh dalam hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri. Di antara batasan-batasan tersebut ialah:
batasan-batasan antara yang boleh dan yang tidak boleh dalam hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri. Di antara batasan-batasan tersebut ialah:
1. Tidak
melakukan perbuatan yang dapat mengarahkan kepada zina. Allah SWT berfirman,
“Dan janganlah kamu mendekati zina: sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32) Maksud ayat
ini, janganlah kamu melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa menjerumuskan kamu
pada perbuatan zina. Di antara perbuatan tersebut seperti berdua-duaan dengan
lawan jenis ditempat yang sepi, bersentuhan termasuk bergandengan tangan,
berciuman, dan lain sebagainya.
2. Tidak menyentuh perempuan yang bukan mahramnya
Rasulullah SAW bersabda, “Lebih baik memegang besi yang panas daripada memegang
atau meraba perempuan yang bukan istrinya (kalau ia tahu akan berat siksaannya)”.
Dalam
Islam, hubungan antara pria dan wanita dibagi menjadi dua, yaitu hubungan mahram
dan hubungan nonmahram. Hubungan mahram
adalah seperti yang disebutkan dalam Surah An-Nisa 23, yaitu mahram seorang
laki-laki (atau wanita yang tidak boleh dikawin oleh laki-laki) adalah ibu
(termasuk nenek), saudara perempuan (baik sekandung ataupun sebapak), bibi
(dari bapak ataupun ibu), keponakan (dari saudara sekandung atau sebapak), anak
perempuan (baik itu asli ataupun tiri dan termasuk di dalamnya cucu), ibu susu,
saudara sesusuan, ibu mertua, dan menantu perempuan. Maka, yang tidak termasuk
mahram adalah sepupu, istri paman, dan semua wanita yang tidak disebutkan dalam
ayat di atas.
Aturan
untuk mahram sudah jelas, yaitu seorang laki-laki boleh berkhalwat
(berdua-duaan) dengan mahramnya, semisal bapak dengan putrinya, kakak laki-laki
dengan adiknya yang perempuan, dan seterusnya. Demikian pula, dibolehkan bagi
mahramnya untuk tidak berhijab di mana seorang laki-laki boleh melihat langsung
perempuan yang terhitung mahramnya tanpa hijab ataupun tanpa jilbab (tetapi
bukan auratnya), semisal bapak melihat rambut putrinya, atau seorang kakak
laki-laki melihat wajah adiknya yang perempuan. Aturan yang lain yaitu
perempuan boleh berpergian jauh / safar lebih dari tiga hari jika ditemani oleh
laki-laki yang terhitung mahramnya, misalnya kakak laki-laki mengantar adiknya
yang perempuan tour keliling dunia. Aturan yang lain bahwa seorang laki-laki
boleh menjadi wali bagi perempuan yang terhitung mahramnya, semisal seorang
laki-laki yang menjadi wali bagi bibinya dalam pernikahan.
Hubungan
yang kedua adalah hubungan nonmahram, yaitu larangan berkhalwat (berdua-duaan),
larangan melihat langsung, dan kewajiban berhijab di samping berjilbab, tidak
bisa berpergian lebih dari tiga hari dan tidak bisa menjadi walinya. Ada pula aturan yang lain,
yaitu jika ingin berbicara dengan nonmahram, maka seorang perempuan harus
didampingi oleh mahram aslinya. Perhatikan dan renungkanlah uraian berikut ini. Firman Allah SWT yang
artinya,
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Isra: 32).
“Katakanlah kepada orang-orang mukmin laki-laki: ‘Hendaklah mereka itu
menundukkan sebahagian pandangannya dan menjaga kemaluannya ….’ Dan katakanlah
kepada orang-orang mukmin perempuan: ‘Hendaknya mereka itu menundukkan
sebahagian pandangannya dan menjaga kemaluannya…’.”(An-Nur: 30–31).
Menundukkan pandangan yaitu menjaga pandangan,
tidak dilepas begitu saja tanpa kendali sehingga dapat menelan merasakan
kelezatan atas birahinya kepada lawan jenisnya yang beraksi. Pandangan dapat
dikatakan terpelihara apabila secara tidak sengaja melihat lawan jenis kemudian
menahan untuk tidak berusaha melihat mengulangi melihat lagi atau
mengamat-amati kecantikannya atau kegantengannya. Sebenarnya manusia secara
fitrah diberi potensi kehidupan yang sama, dimana potensi itu yang kemudian
selalu mendorong manusia melakukan kegiatan dan menuntut pemuasan. Potensi ini
sendiri bisa kita kenal dalam dua bentuk. Pertama, yang menuntut adanya pemenuhan
yang sifatnya pasti, kalo ngga’ terpenuhi manusia bakalan binasa. Inilah yang
disebut kebutuhan jasmani (haajatul ‘udwiyah), seperti
kebutuhan makan, minum, tidur, bernafas, buang hajat de el el. Kedua, yang
menuntut adanya pemenuhan aja, tapi kalo’ kagak terpenuhi manusia ngga’ bakalan
mati, cuman bakal gelisah (tidak tenang) sampai terpenuhinya tuntutan tersebut,
yang disebut naluri atau keinginan (gharizah).
Kemudian naluri ini di bagi
menjadi 3 macam yang penting yaitu :
- Gharizatul
baqa’ (naluri untuk
mempertahankan diri) misalnya rasa takut, cinta harta, cinta pada
kedudukan, pengen diakui, de el el.
- Gharizatut
tadayyun (naluri
untuk mensucikan sesuatu/ naluri beragama) yaitu kecenderungan manusia
untuk melakukan penyembahan/ beragama kepada sesuatu yang layak untuk
disembah.
- Gharizatun nau’ (naluri untuk mengembangkan dan
melestarikan jenisnya) manivestasinya bisa berupa rasa sayang kita kepada
ibu, temen, sodara, kebutuhan untuk disayangi dan menyayangi kepada lawan
jenis.
Pacaran merupakan wadah antara dua insan yang
kasmaran, dimana sering cubit-cubitan, pandang-pandangan, pegang-pegangan,
raba-rabaan sampai pergaulan ilegal (seks). Islam sudah jelas menyatakan: “Dan janganlah
kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk.” (Q. S. Al Isra’ : 32). Seringkali sewaktu lagi
pacaran banyak aktivitas lain yang hukumnya wajib maupun sunnah jadi
terlupakan. Sampe-sampe
sewaktu sholat sempat teringat si do’i. Pokoknya aktivitas pacaran itu dekat dengan
zina. Jadi kesimpulannya PACARAN ITU HARAM HUKUMNYA, dan tidak ada
legitimasi Islam buatnya, adapun beribu atau berjuta alasan tetep pacaran itu
haram.
Adapun resep nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud:
Adapun resep nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud:
Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu serta
berkeinginan menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan
pandangan mata dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa diantara kalian belum
mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi penghalang untuk
melawan gejolak nafsu.”(HR.
Bukhari, Muslim, Ibnu Majjah, dan Tirmidzi).
Jangan suka mojok atau berduaan ditempat yang
sepi, karena yang ketiga adalah syaitan. Seperti sabda nabi: “Janganlah
seorang laki-laki dan wanita berkhalwat (berduaan di tempat sepi), sebab syaitan
menemaninya, janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan wanita,
kecuali disertai dengan mahramnya.” (HR. Imam Bukhari Muslim). Dan untuk
para muslimah jangan lupa untuk menutup auratnya agar tidak merangsang para
lelaki. Katakanlah kepada wanita yang beriman:
Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya.” (Q. S. An Nuur : 31).
Yang perlu di ingat bahwa jodoh merupakan QADLA’
(ketentuan) Allah, dimana manusia tidak punya andil untuk menentukan sama
sekali, manusia cuman dapat berusaha mencari jodoh yang baik menurut Islam.
Tercantum dalam Al Qur’an:
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki
yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang
baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk
wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang
dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang
mulia (surga).”
Dari Jarir bin Abdullah, ia berkata, “Saya
bertanya kepada Rasulullah saw. tentang melihat dengan mendadak. Maka jawab
Nabi, ‘Palingkanlah pandanganmu itu!” (HR Muslim, Abu Daud, Ahmad, dan Tirmizi).
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda yang artinya, “Kedua
mata itu bisa melakukan zina, kedua tangan itu (bisa) melakukan zina, kedua
kaki itu (bisa) melakukan zina. Dan kesemuanya itu akan dibenarkan atau
diingkari oleh alat kelamin.” (Hadis sahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan Imam Muslim dari Ibn Abbas dan Abu Hurairah).
“Tercatat atas anak Adam nasibnya dari perzinaan dan dia pasti
mengalaminya. Kedua mata zinanya melihat, kedua teling zinanya mendengar, lidah
zinanya bicara, tangan zinanya memaksa (memegang dengan keras), kaki zinanya
melangkah (berjalan) dan hati yang berhazrat dan berharap. Semua itu dibenarkan (direalisasi) oleh
kelamin atau digagalkannya.” (HR Bukhari).
Rasulullah saw. berpesan kepada Ali r.a. yang artinya, “Hai Ali, Jangan
sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya! Kamu hanya boleh pada
pandangan pertama, adapun berikutnya tidak boleh.” (HR Ahmad, Abu Daud, dan
Tirmidzi). Al-Hakim meriwayatkan, “Hati-hatilah
kamu dari bicara-bicara dengan wanita, sebab tiada seorang laki-laki yang
sendirian dengan wanita yang tidak ada mahramnya melainkan ingin berzina
padanya.”
Yang terendah adalah zina hati dengan
bernikmat-nikmat karena getaran jiwa yang dekat dengannya, zina mata dengan
merasakan sedap memandangnya dan lebih jauh terjerumus ke zina badan dengan,
saling bersentuhan, berpegangan, berpelukan, berciuman, dan seterusnya hingga
terjadilah persetubuhan. Ath-Thabarani dan Al-Hakim meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Allah berfirman yang artinya, ‘Penglihatan
(melihat wanita) itu sebagai panah iblis yang sangat beracun, maka siapa
mengelakkan (meninggalkannya) karena takut pada-Ku, maka Aku menggantikannya
dengan iman yang dapat dirasakan manisnya dalam hatinya.”
Ath-Thabarani meriwayatkan, Nabi saw. bersabda yang artinya, “Awaslah
kamu dari bersendirian dengan wanita, demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya,
tiada seorang lelaki yang bersendirian (bersembunyian) dengan wanita malainkan
dimasuki oleh setan antara keduanya. Dan, seorang yang berdesakkan dengan babi
yang berlumuran lumpur yang basi lebih baik daripada bersentuhan bahu dengan
bahu wanita yang tidak halal baginya.”
Di dalam kitab Dzamm ul Hawa, Ibnul
Jauzi menyebutkan dari Abu al-Hasan al-Wa’ifdz bahwa dia berkata, “Ketika Abu
Nashr Habib al-Najjar al-Wa’idz wafat di kota Basrah, dia dimimpikan berwajah
bundar seperti bulan di malam purnama. Akan tetapi, ada satu noktah hitam yang
ada wajahnya. Maka orang yang melihat noda hitam itu pun bertanya kepadanya,
‘Wahai Habib, mengapa aku melihat ada noktah hitam berada di wajah Anda?’ Dia
menjawab, ‘Pernah pada suatu ketika aku melewati kabilah Bani Abbas. Di sana aku
melihat seorang anak amrad dan aku memperhatikannya. Ketika aku telah menghadap
Tuhanku, Dia berfirman, ‘Wahai Habib?’ Aku menjawab, ‘Aku memenuhi panggilan-Mu
ya Allah.’ Allah berfirman, ‘Lewatlah Kamu di atas neraka.’ Maka, aku
melewatinya dan aku ditiup sekali sehingga aku berkata, ‘Aduh (karena
sakitnya).’ Maka. Dia memanggilku, ‘Satu kali tiupan adalah untuk sekali pandangan.
Seandainya kamu berkali-kali memandang, pasti Aku akan menambah tiupan (api
neraka).” Hal tersebut sebagai gambaran bahwa hanya melihat amrad (anak muda
belia yang kelihatan tampan) saja akan mengalami kesulitan yang sangat dalam di
akhirat kelak. Di dalam kitab Dzamm
ul-Hawa, Ibnul Jauzi menyebutkan bahwa Abu Hurairah r.a. dan Ibn Abbas
r.a., keduanya berkata, Rasulullah saw. Berkhotbah, “Barang siapa yang memiliki
kesempatan untuk menggauli seorang wanita atau budak wanita lantas dia
melakukannya, maka Allah akan mengharamkan surga untuknya dan akan memasukkan
dia ke dalam neraka. Barang siapa yang memandang seorang wanita (yang tidak
halal) baginya, maka Allah akan memenuhi kedua matanya dengan api dan
menyuruhnya untuk masuk ke dalam neraka. Barang siapa yang berjabat tangan
dengan seorang wanita (yang) haram (baginya) maka di hari kiamat dia akan
datang dalam keadaan dibelenggu tangannya di atas leher, kemudian diperintahkan
untuk masuk ke dalam neraka. Dan, barang siapa yang bersenda gurau dengan
seorang wanita, maka dia akan ditahan selama seribu tahun untuk setiap kata
yang diucapkan di dunia. Sedangkan setiap wanita yang menuruti (kemauan) lelaki
(yang) haram (untuknya), sehingga lelaki itu terus membarengi dirinya, mencium,
bergaul, menggoda, dan bersetubuh dengannya, maka wanitu itu juga mendapatkan
dosa seperti yang diterima oleh lelaki tersebut.”
Penulis: Fauzi Helmi, S.Pd ( Penulis adalah Staf Pengajar Di Pesantren Terpadu Nurul ulum dan Kepala Laboratorium IPA Pesantren Terpadu Nurul Ulum)